Sri Hastanto
Konsep Wawasan Nusantara
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah Negara adalah wilayah kedaulatan, disamping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah Negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Juanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia memandang tanah airnya beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan wawasan nasional. Sebagai contoh Inggris dengan pandangan nasionalnya berbunyi: “Brittain rules the waves”. Ini berarti tanah Inggris tidak hanya sebatas pulaunya, tetapi juga termasuk lautnya. Tetapi banyak juga Negara yang tidak mempunyai wawasan, seperti Tahiland, Prancis, Myanmar dan sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya disebut dengan wawasan nusantara yang biasa disingkat dengan wasantara.
Wasantara ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang sarwa nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungannya yang sarwa nusantara itu. Unsur-unsur dasar wawasan nusantara itu ialah: wadah (contour organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wawantara itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang :
(1) satu kesatuan wilayah;
(2) satu kesatuan bangsa;
(3) satu kesatuan budaya;
(4) satu kesatuan ekonomi; dan
(5) satu kesatuan hankam;
Jelaslah disini bahwa wasantara adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan wasantara akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan jaman. Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat dalam ‘koridor’ wawasan nusantara.
Konsep Geopolitik dan Geostrategis
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang dua pertiga wilayahnya adalah laut yang membentang ke Utara dengan pusatnya di Pulau Jawa membentuk gambaran kipas. Sebagai satu kesatuan Negara kepulauan, secara konseptual geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut dengan wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas dan aktif. Sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep ketahanan nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideology, politik, ekonomi, social budaya dan pertahanan keamanan.
Dengan mengacu kepada kondisi geografi bercirikan maritime, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritime sejalan dengan doktrin pertahanan defensive aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritime aalah mewujudkan kekuatan maritime (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman. Jadi factor keamanan (pertahanan) sangatlah penting, karena pertahanan aman, maka factor-faktor lain juga dapat kita amankan.
Nusantara (archipelago) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut. Laut yang menghubungkan dan mempersatukan [pulau-pulau yang tersebar di seantero khatulistiwa. Sedangkan wawasan nusantara adalah konsep politik Indonesia memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya dan udara di atasnya yang tidak dapat terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan Negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, social budaya, dan hankam (IPOLEKSOSBUDHANKAM). Wawasan nusantara sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia telah ditegaskan dalam GBHN dengan Tap MPR No. IV tahun 1973. Penetapan ini merupakan tahapan akhir perkembangan konsepsi Negara kepulauan yang telah diperjuangkan sejak Deklarasi Juanda.
Wawasan Nusantara dan Pembangunan Kebudayaan
Seperti telah disinggung di atas, bahwa yang termasuk di dalam wawasan nusantara adalah aspek social budaya. Meskipun secara kenyataan kebudayaan Indonesia beragam (lebih 600 suku bangsa), tetapi secara geoplitik dan geostrategis kebudayaan yang beragam tersebut disebut dengan kebudayaan Indonesia atau kebudayaan nusantara. Tetapi jika kita membangun sebuah pertanyaan, apakah ada kebudayaan Indonesia itu? Maka jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bisa ‘ada’ dan bisa ‘tidak’. Mengapa? Karena kebudayaan Indonesia sebenarnya lebih ditekankan kepada unsur kemajemukan. Secara geopolitik memang kita memahami dan sadar sebagai satu kesatuan kebudayaan Indonesia, tetapi dalam prakteknya kita tidak bisa memungkiri bahwa kita adalah berbeda atau aneka ragam dalam budaya. Pemahaman yang baik terhadap geopolitik dan geostrategis ini sangat penting artinya di dalam pembangunan kebudayaan Indonesia. Karena keanekaragaman itu tidak hanya sebagai asset atau kekayaan, tetapi juga sekaligus seabgai tantangan ke arah mana pembangunan kebudayaan kita agar dapat dengan tepat. Berkaitan dengan itu, maka dalam hal ini pembangunan yang akan saya soroti dalah poembangunan kebudayaan Indonesia terkait dengan globalisasi yang tidak terhindarkan. Persentuhan dengan budaya asing membuat konsep kebudayaan kita menjadi berubah dan perlu didefenisikan kembali agar dalam pembangunan kebudayaan itu kita tidak terkotak-kota hanya dalam bentuk yang kasat mata belaka, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu terhadap pembangunan moral, akhlak, sistem nilai dan sebagainya.
Khususnya dalam hal pengembangan budaya, kita perlu menyikapi secara pro-aktif dan secara kritis fenomena sejarah kontemporer yang sangat besar dampaknya ialah globalisasi. Asosiasi globalisasi dewasa ini mau tidak mau berlangsung dengan revolusi teknologi komunikasi. Juga dengan ekonomi global yang ditandai dengan luas dan instensifnya peredaran pasar uang antar negara. Masih juga berasosiasi dengan ilmu pengetahuan, teknologi, industri dan perdagangan. Kebudayaan dalam hal ini sangat erat terkait dengan peran ekonomi pasar, jaringan serta pelaku bisnis. Ekonomi pasar yang disebut dengan neoliberal ini juga harus kita pahami benar-benar dalam rangka membangun kebudayaan bangsa kita. Karena perekonomian suatu negara, sangat terkait dengan arah dan atau penciptaan kebudayaan masyarakatnya.
Adalah benar, globalisasi membangkitkan pengaruh dan akibat besar. Acap kali dramatis. Salah satu misalnya aksi kekerasan teror, maraknya gaya hidup serba tanda dan gaya. Pola hidup konsumtif, fenomena mall dan aneka macamkesempatan dan lompatan sukses serba cepat. Ini semua berdampak terhadap kebudayaan kita. Globalisasi membawa kemajuan dan kemakmuran, namun menurut kenyataannya, terlepas dari factor-faktor latar belakang dan penyebabnya, globaslisasi juga mengakibatkan kesenjangan kehidupan warga dunia yang bertambah.
Ada gejala baru kemiskinan, marjinalisasi dan ketinggalan semakin jauh, baik dalam bidang ekonomi, social dan budaya. Bagaimana kita bisa membaca dan menyikapinya ? Jika budaya kita kehilangan jati diri sebagai Indonesia harus kah kita menyalahkan siapa ? Tepat benar jika kita melemparkan tanggung jawab dan kesalahan pada pihak sana, pihak luar. Seperti dulu kebodohan kita salahkan akibat kolonialisme, dependence dan rasisme. Akan tetapi belajar dari pengalaman kemarin, tidaklah cukup dan tidak pula menyelesaikan persoalan kita jika kita hanya mengambil skap menyalahkan pihak asing sebagai perusak budaya kita. Kita harus mengambil pemahaman dan sikap lain. Upaya kita dalam membangun kebudayaan Indonesia yang dirancang secara sadar -a creation by design and not by default- untuk mengatasi berbagai persoalan yang kita hadapi sekarang ini merupakan satu hal yang tidak boleh terabaikan. Jalan keluar dari tatanan global tidak cukup hanya dengan upaya mengubah struktur tatanan dunia. Hal itu harus dibarengi oleh satu usaha bersama untuk memperbaiki kemampuan yang ada dalam diri kita sendiri, dan oleh karenanya kebudayaan menjadi satu hal yang sangat sentral sifatnya.
Culture matters dalam membangun kebudayaan Indonesia yang dibangun secara sadar – by design not by default- memperbaiki kemampuan yang ada dalam diri kita dan oleh karenanya kebudayaan menjadi satu hal yang sangat sentral yang diletakkan dalam konteks reformasi, maka kita perlu mencari cultural map to recovery. Disertai dengan kerangka yang lebih komprihensif. Pengalaman empiris memberi pelajaran dan pengalaman. Sebagai contoh misalnya Korea Selatan dan Ghana, negara yang sedang berkembang di tahun 1960-an setingkat ekonominya, kini kondisi ekonominya berbeda, Korea Selatan menjadi salah satu raksasa dalam perekonomian dan kebudayaan. Demikian juga dengan negara Jepang, mereka maju dalam perekonomian, tetapi juga tetap dapat mempertahankan budaya mereka secara ‘benar’ dan ‘tepat’. Mengapa, padahal jika dilihat dari segi alamnya tidak jauh berbeda. Memang tidaklah terbatas pada satu factor saja, bahkan satu, dua atau tiga factor. Lingkungan domestik maupun regional tidak mungkin tanpa perbedaan. Terkait dengan itu masalah lingkungan domestik maupun regional Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wawasan nusantaranya, bagaimana kita mengambangkan kebudayaan kita? Pembangunan apakah yang penting dilakukan? Tangible – intangible? Kita perlu kembali melihat ke dalam dan berpusat pada nilai-nilai dan sikap cultural.
Kebudayaan mencakup suatu pemahaman komprehensif yang sekaligus bisa diurai dan dilihat beragam variable dan cara memahaminya. Kebudayaan dalam arti suatu pendangan yang menyeluruh menyangkut pendangan hidup, sikap dan nilai. Atau menurut deskripsi Raymond Williams, “General state or habit of the mind, general state of intellectual development in a society or a whole” . Kita perlu membahas pembangunan kebudayaan Indonesia dikaitkan dengan upaya memperbaiki kemampuan. Kemampuan untuk apa? Untuk recovery, bangkit dari serba krisis dan kritis. Bangkit untuk memperbaiki kehidupan bersama. Bangkit untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, yakni kebebasan, keadilan, solidaritas dan pemenuhan hak-hak sipil sebagai warga negara yang sama di depan hukum. Ini artinya kebudayaan berperan untuk kemajuan dan kesejahteraan umat manusia, khususnya Indonesia. Kemajuan ini misalnya di bidang kehidupan seperti ekonomi, social, politik, hak asasi, kemanusiaan. Atau bilai kita kaitkan dengan geopolitik dan geostrategis tersebut, maka kebudayaan saling mendukung atau terkait secara holisme antara unsur-unsur yang ada dalam wawasan nusantar tersebut, yaitu ideology, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam.
Ketika kebudayaan dihubungkan dengan kinerja dan prestasi kemajuan bangsa-bangsa, maka biasanya tolok ukurnya adalah kemajuan ekonomi. Apabila kita kaji dengan faham Max Weber tentang Protestant Ethics and Rise of Capitalism, dibandingkan dengan mazab lain Calvinisme lebih mendorong kemajuan ekonomi. Mengapa mendorong kerja keras, kejujuran, kesungguhan, kesadaran dalam menggunakan waktu dan uang. Coba kita lihat bagaimana sekarang kebudayaan kita, jika kita lihat dari sisi kerja keras, kejujuran, kesungguhan, kesadaran dalam menggunakan waktu dan uang, kebersamaan, solidaritas social dan sebagainya. Jika kita beri nilai dengan angka 0 –10, pada level berapakah masing-masing nilai kita terhadap kategori-kategori tersebut?
Mengutip apa yang ditulis oleh Jakop Oetama, ialah orientasi akan masa depan kebudayaan kita adalah perlunya memupuk pola pikir antara lain adalah, bekerja adalah sentral untuk hidup baik, diperlukan frugality, hemat, pendidikan syarat kemajuan, jasa (merit) sebagai penopang kemajuan, diperlukan kepercayaan yang melebihi lingkungan keluarga. Kode etik yang keras diperlukan untuk melawan korupsi yang merajalela di semua sector. Perlunya keadilan dan fair play yang universal dan impersonal. Kekuasan agar lebih horizontal dan tidak terekonsentrasi. Bagaimana memperolehnya? Saya teringat dengan apa yang pernah disampaikan oleh Romo Mudji Soetrisno dalam Dialog Seratus di Bandung tahun 2002, yaitu pendidikan ditempatkan pada posisi dan peran yang menentukan. Tersangkut di dalamnya pendidikan karakter, budi pekerti, kepribadian, etika, pengetahuan kognitif, komunikasi, ilmu dan keahlian, kompetensi cultural dan nilai-nilai rohani (spiritual quotient).
Banyak hal yang memang harus kita pertimbangkan dan benahi dalam pembangunan kebudayaan Indonesia. Justru itu sangat dibutuhkan upaya-upaya yang sifatnya menyentuh dan tepat. Hal ini tidak dapat dikerjakan oleh satu pihak saja, tetapi harus dimulai dari diri sendiri dan di semua lini dan semua sector. Harus dijalin kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Dengan demikian cara pandang kita terhadap kebudayaan bangsa kita yang pada dasarnya berbeda-beda itu benar-benar lebih kearah kekayaan kebudayaan kita dan sekaligus sebagai kekuatan.
* Disampaikan dalam Kegiatan Pendidikan Anak Alam Nusantara di Tegal, 29-31 Desember 2006, di Padepokan Wulan Tumanggal, Dukuh Tengah, Kec. Bojong, Kabupaten Tegal.
Jumat, 03 Agustus 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar